pengertian
JAWABAN
BAHASA ARAB II
A.
AL-ASMAA’
Arti Nama Asma -
Apa arti nama Asma dalam islam? Nama Asma adalah nama bagus dan indah untuk
anak bayi perempuan islam. Selain tergolong dalam nama bayi islam dari asal
bahasa Arab, yang unik itu ada pada arti dan arti nama Asma yang memiliki makna
(1) Lebih Mulia (2) Tinggi (3) Putri Abubakar Assidiq Ra. Kita pun dapat maknai
makna Lebih Mulia, Tinggi, dan Putri Abubakar Assidiq Ra sebagai doa agar calon
bayi perempuan kita menjelma menjadi perempuan yang berumur panjang, baik hati,
dan memiliki tekad kuat.
Tentunya nama
islami Asma ini bisa Anda kombinasi dan gabungkan dengan nama-nama anak lain.
Daftar nama badan daftar islami modern terdiri dari 2 kata, 3 kata atau bahkan
4 suku kata.
Nama untuk bayi
perempuan yang akan lahir harus pas, cocok dan ditambahkan dengan matang agar
memiliki arti indah, dan spesial. Nama Asma bisa menjadi salah satu pilihan
nama untuk si asa buah hati tercinta. Nama islam bayi perempuan berawalan huruf
A ini terdiri dari 4 karakter huruf.
Seperti tertulis
dalam Al Quran surat maryam ayat 7:
﴾۷﴿ سَمِيًّا قَبۡلُ مِنۡ لَّهٗ
نَجۡعَلْ لَمۡ يَحۡيٰى ۙ اۨسۡمُهٗ بِغُلٰمِ نُبَشِّرُكَ اِنَّا رِكَيَّاۤ يٰزَ
“Hai Zakariyya,
nyata Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang
namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang serupa
dengannya.” (QS Maryam: 7)
B.
ISMUL ISYAROH
. Isim
Isyarah adalah isim yang menunjukkan sesuatu yang tertentu baik secara nyata
dengan tangan atau yang lain apabila yang ditunjukkan itu berada dihadapan
orang yang menunjuk. Atau penunjukkan itu secara tidak nyata ( maknawi )
apabila yang ditunjuk itu memang tidak nyata atau sesuatu yang ditunjuk itu
tidak berada dihadapan orang yang menunjuk.
B. Macam-macam Isim
Isyarah
Pada dasarnya ada dua macam kata tunjuk :
1. Isim Isyarah atau kata
tunjuk untuk yang dekat هَذَا (=ini).
Contoh dalam kalimat : (ini sebuah buku هَذَا كِتَابٌ (
2. Isim Isyarah atau kata
tunjuk untuk yang jauh (=itu ذَلِكَ (
Contoh dalam kalimat : (itu sebuah buku) ذَلِكَ كِتَابٌ
Bila isim isyarah itu menunjuk kepada isim muannats maka :
1) هَذَا menjadi: هَذِهِ (=ini).
Contoh: هَذِهِ مَجَلَّةٌ (=
ini sebuah majalah)
2) ذَلِكَ menjadi: تِلْكَ (=itu). Contoh: تِلْكَ مَجَلَّةٌ (= itu sebuah majalah)
Adapun
bila isim yang ditunjuk itu mutsanna (dua), maka :
1). هَذَا Menjadi هَذَانِ contoh : هَذَانِ كِتَابَان (ini
dua buah buku)
2). هَذِهِ Menjadi هَتَانِ contoh
: هَتَانِ مَجَلَّتَانِ (ini
dua buah majalah)
3). ذَلِكَ menjadi ذَانِكَ.
Contoh: ذَانِكَ كِتَابَانِ (=
itu dua buah buku)
4). تِلْكَ menjadi تَانِكَ.
Contoh: تَانِكَ مَجَلَّتَانِ (=
itu dua buah majalah)
Sedangkan bila isim yang ditunjuk itu adalah jamak (lebih
dari dua) :
1) Bila Isim yang ditunjuk itu adalah tidak berakal, maka baik Isim Mudzakkar maupun Isim Muannats, menggunakan: هَذِهِ (=ini) untuk menunjuk yang dekat dan تِلْكَ (=itu) untuk menunjuk yang jauh. Contoh dalam kalimat : هَذِهِ كُتُبٌ (ini buku-buku)
1) Bila Isim yang ditunjuk itu adalah tidak berakal, maka baik Isim Mudzakkar maupun Isim Muannats, menggunakan: هَذِهِ (=ini) untuk menunjuk yang dekat dan تِلْكَ (=itu) untuk menunjuk yang jauh. Contoh dalam kalimat : هَذِهِ كُتُبٌ (ini buku-buku)
2 Bila Isim yang ditunjuk itu adalah berakal,
maka baik Isim Mudzakkar maupun Isim Muannats, menggunakan: هَؤُلاَءِ (=ini) untuk menunjuk yang dekat dan أُولَئِكَ (=itu) untuk menunjuk yang jauh. Contoh
dalam kalimat : هَؤُلاَءِ طُلاَّبٌ (ini
siswa-siswa)
Isim isyarat lafalأولاء
(dengan alif mamdudah) boleh dibacaأولي(dengan
alif maqshurah) dan yang pertama lebih fasih dari pada yang kedua. Lafal أولي dapat berlaku untuk menunjuk kepada yang
berakal dan yang tidak berakal, seperti :
Firman Allah :
أولئك علي
هدي من ربهم وأولئك هم
المفلحون
Artinya : Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan merekalah orang-orang yang beruntung. (Al Baqarah :5)
Akan tetapi yang banyak berlaku untuk yang berakal
adalah تلك dan untuk yang
tidak berakal adalah أولاء , seperti firman
Allah :
وتلك
الأيام نداولها بين الناس
Artinya : Dan masa (kejadian) dan kehancuran itu,
kami pergilrkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran)... “ (Ali
Imran : 140).
Nun ( نون )
yang berada pada isim isyarat ذَانِdan تَانِ yang marfu’ dan ذين danتين yang manshub atau majrur di tasydid,
seperti : ذَانdan juga
seperti dalam sebuah qira’ah (bacaan) :
إحدي ابنتي هاتين.. .=
(Salah seorang dari dua anak perempuan itu).
فَذانك برهانَانِ.. . =
( Maka itu dua buah buku).
Dari beberapa isim isyarat, ada yang menunjukkan suatu
tempat, seperti :
- هنا,
untuk menunjukkan tempat yang dekat
- هناك,
untuk menunjukkan tempat yang sedang
- هنالك,
untuk menujukkan tempat yang jauh
- ثم,
untuk menunjukkan tempat yang jauh
هؤلاء هاتان هذه هذا
Untuk lebih memahami penggunaan Mudzakkar dan Muannats,
serta Mufrad, Mutsanna dan Jamak dalam pengelompokan Isim, kita harus
mempelajari tentang Isim Isyarah atau Kata Tunjuk dan Isim Maushul atau kata
sambung terlebih dahulu.
C.
ISMUL ISTFIHAAM DAN ALIF LAM TA’RIF
Isim istifham
Isim istifham (اِسْمُ
الْإِسْتِفْهَامِ) adalah isim mabni yang digunakan untuk menanyakan tentang
sesuatu. Dalam bahasa Indonesia disebut “kata tanya”.
Contoh :
Contoh :
Siapakah orang lelaki ini? = مَنْ هَذَا الرَّجُلُ ؟
Apa yang ada di tanganmu? = مَا الَّذِي بِيَدِكَ ؟
Di manakah rumahmu? = أَيْنَ بَيْتُكَ ؟
Isim Istifham
adalah :
- أَ (apakah).
Dipakai untuk menanyakan tentang isi kalimat dan untuk menanyakan tentang salah satu dari dua atau beberapa hal, contoh :
Apakah Muhammad sudah datang? = أَ جَاءَ مُحَمَّدٌ ؟
Apakah anda datang berkendaraan atau berjalan kaki? = أَ رَاكِبًا جِئْتَ اَمْ مَاشِيًا ؟
- هَلْ (apakah).
Dipakai untuk menanyakan tentang isi kalimat, contoh :
Apakah anda datang
dengan berkendaraan? = هَلْ جِئْتَ رَاكِبًا ؟
- مَنْ (siapa).
Dipakai untuk
menanyakan yang berakal, contoh :
Siapakah orang yang
berdiri di sana? = مَنِ الَّذِي قَامَ هُنَاكَ ؟
- مَا (apakah).
Dipakai untuk menanyakan yang tidak berakal, contoh :
Apakah ini? = مَا هَذَا ؟
Biasanya ditambah akhiran ذَا menjadi مَاذَا, contoh :
Apakah yang telah terjadi? = مَاذَا الَّذِي حَدَثَ ؟
Dipakai untuk menanyakan yang tidak berakal, contoh :
Apakah ini? = مَا هَذَا ؟
Biasanya ditambah akhiran ذَا menjadi مَاذَا, contoh :
Apakah yang telah terjadi? = مَاذَا الَّذِي حَدَثَ ؟
- مَتَى (kapan).
Dipakai untuk menanyakan tentang waktu, contoh :
Kapan kau berangkat? = مَتَى تُسَافِرُ ؟
Dipakai untuk menanyakan tentang waktu, contoh :
Kapan kau berangkat? = مَتَى تُسَافِرُ ؟
- أَيْنَ (dimana).
Dipakai untuk menanyakan tentang tempat, contoh :
Dimana kantor pos? = أَيْنَ مَكْتَبُ الْبَرِيْدِ ؟
Dipakai untuk menanyakan tentang tempat, contoh :
Dimana kantor pos? = أَيْنَ مَكْتَبُ الْبَرِيْدِ ؟
- كَيْفَ
(bagaimana).
Dipakai untuk menanyakan keadaan, contoh :
Bagaimana keadaan cuaca? = كَيْفَ اَحْوَالُ الطَّقْسِ ؟
Dipakai untuk menanyakan keadaan, contoh :
Bagaimana keadaan cuaca? = كَيْفَ اَحْوَالُ الطَّقْسِ ؟
- كَمْ (berapa).
Dipakai untuk menanyakan jumlah/bilangan, contoh :
Berapa harga mobil itu? = كَمْ ثَمَنُ السَّيَّارَةِ ؟
Adakalanya kata tanya كَمْ didahului oleh kata depan (huruf jarr) بِ, sehingga menjadi بِكَمْ (artinya tetap/berapa), contoh :
Berapa kaubeli kitab ini? = بِكَمْ اِشْتَرَيْتَ هَذَا الْكِتَابَ ؟
Dipakai untuk menanyakan jumlah/bilangan, contoh :
Berapa harga mobil itu? = كَمْ ثَمَنُ السَّيَّارَةِ ؟
Adakalanya kata tanya كَمْ didahului oleh kata depan (huruf jarr) بِ, sehingga menjadi بِكَمْ (artinya tetap/berapa), contoh :
Berapa kaubeli kitab ini? = بِكَمْ اِشْتَرَيْتَ هَذَا الْكِتَابَ ؟
- أَيُّ (yang
mana).
Dipakai untuk menanyakan satu dari dua atau banyak, contoh :
Buah-buahan yang mana yang kausuka? = أَيُّ فَاكِهَةٍ تُحِبُّ ؟
Di rumah yang mana kautinggal? = فِي أَيِّ بَيْتٍ تَسْكُنُ ؟
Dipakai untuk menanyakan satu dari dua atau banyak, contoh :
Buah-buahan yang mana yang kausuka? = أَيُّ فَاكِهَةٍ تُحِبُّ ؟
Di rumah yang mana kautinggal? = فِي أَيِّ بَيْتٍ تَسْكُنُ ؟
Semua isim istifham
di atas adalah mabni (artinya tidak berubah-ubah bunyi huruf akhirnya) kecuali أَيُّ,
huruf ini mengalami perubahan menurut perubahan jabatannya di dalam kalimat.
ALIF
LAM TA’RIF
Alif Lam Ta’rif ini
sering disebut juga dengan nama Alif Lam Ma’rifah yaitu suatu hukum Tajwid yang
diberlakukan ( terdapat) pada kata yang diawali dengan huruf Alif Lam ( ال ).
Disebut dengan istilah Ta’rif atau Ma’rifah disebabkan karena menjelaskan
tentang kalimah isim [kata benda] – secara khusus hal ini sudah seringkali
disebutkan secara jelas dan tegas. Seperti
kata اَلنَّجْمُ yang artinya binatang dan اَلْكاَفِرُوْنَ yang
artinya adalah orang-orang kafir.
Pembagian Alif Lam
Ta’rif atau Alif Lam Ma’rifah
Alif Lam Ta’rif
dibagi menjadi 2 buah, dan ini nanti akan dibahas dalam bab tersendiri. Pembagiannya
adalah :
1. Alif Lam
Qamariah
Alif Lam Qamariah atau juga
disebut sebagai Izhar Qamariah merupakan salah satu
bagian dari 2 bagiah hukum Alif Lam Ta'rif yang terjadi dengan huruf Alif-Lam (ال)
ketemu dengan satu huruf hijaiyah yang berjudul 14 Huruf Qamariah. Huruf
Tersebut adalah:
١, ب ، ج ، ح ، خ ، ع ، غ ، ف ، ق ، ك ، م ، و ، ي ، ه
Alif, Ba, Jim, Ha, Kho, 'Ain, Ghoin, Fa', Qof, Kaf, Mim, Waw,
Ya dan Ha
Contoh Alif Lam Qomariah
Huruf
Lam Qomariah ada 14 seperti yang di atas, dan contohnya sebagai beriku
Cara Membaca Alif
Lam Qomariyah
Secara etimologi,
asal qamariah katanya adalah qamarun, yang berarti adalah bulan. Dilihat dari
filosofinya, bulan merupakan benda langit yang bisa dilihat oleh manusia dengan
jelas. Adapun cara membaca dari Hukum Alif Lam Qamariah yaitu jelas dan tegas
(tidak berdengung) atau tidak diidghamkan.
Akan tetapi, ada
hal-hal yang diperlukan untuk membaca Hukum Alif Lam Qamariah, sebaliknya
adalah:
Setiap Alif Lam
Qomariah berada di awal ayat atau disebut juga Ibtida '(memulai bacaan setelah
waqaf / berhenti), kemudian huruf hijaiyah Alif dibaca seperti huruf hijaiyah
yang berharakat Fathah , meskipun di atas huruf hijaiyah Alif Mereka tidak
tertulis harakat Fathah. Sementara itu, huruf Lam membacanya adalah disukun.
Maka secara otomatis huruf hijaiyah Alif-Lam ini cara membacanya [akan dibaca]
“AL” .
Setiap Alif Lam Mim
Qomariah berada di tengah ayat (washal di tengah ayat), huruf hijaiyah Alif
tidak dibaca, dan huruf huruf hijaiyah Lam tetap dibaca Sukun.
2. Alif Lam Syamsiah
Lam ta'rif yang kedua adalah Idghom saymsiah atau alif lam
syamsiah, Idghom saymsiah atau aliflam sayamsiah berasal dari kata syamsiyah
yaitu matahari, maksudnya adalah ibaratkan kita menuliskan huruf alif lam di
atas matahari maka tidak terlihat. Jadi cara membacanya seperti yang sudah di
jelaskan pada pembukaan di atas, yaitu meng idghomkan atau memasukan pada huruf
selanjutnya. Pada Al qur'an aliflam syamsiah ini diberi tanda dengan adanya
tasdid pada huruf setelah alif lam.
Huruf Idghom Syamsiah atau Alif Lam Syamsiah
Huruf Alif lam
Syamsiah ada 14 juga, yaitu sebagai berikut ini :
ط ث ص ر ت ض ذ ن د س ظ ز ش ل
CONTOHNYA
1. Surat
Al-Fatihah [1]: 3]
Cara Membaca Alif
Lam Syamsiah
Syamsiah asal
katanya adalah syams, yang artinya adalah matahari. Secara filosofis, matahari
berarti benda memiliki sinar dan sinar matahari yang dapat menguapkan,
meleburkan, dan melenyapkan benda-benda langit yang lainnya. Dalam kitab
Al-Quran, sufat-sifat dari Hukum Alif Lam Syamsiah tersebut berada dalam Tanda
Tasydid yang terletak di atas huruf Syamsiah, yaitu tanda tasydid yang
diberikan sebab-akibat yang dibuat hukum pertemuan antara huruf hijaiyah
Alif-Lam dan Huruf Syamsiah.
Sama seperti pada
Hukum ALif Lam Qamariah, ada hal - hal yang harus sangat penting pada saat
membaca Hukum Alif Lam Syamsiah yaitu:
1. Bila digunakan
pada awal atau lebih dikenal dengan istilah Ibtida '[memulai lagi bacaan
setelah waqaf / berhenti] , maka cara membacanya adalah huruf Alif dibaca
seperti huruf yang berharakat Fathah. Sementara itu, untuk huruf Lam tak
dibaca, seperti sudah melebur ke huruf Syamsiah atau dibaca dengan idgham. Cara
seperti ini tetaplah dilakukan di atas huruf Syamsiah yang tidak mengandung
tanda tasydidnya.
Contoh:
2.
Jika Alif Lam Syamsiah terletak di tengah ayat Al Qur'an (washal / berhenti di
tengah ayat Al Qur'an) , maka huruf Alif-Lam tidak dibaca / seperti tidak ada.
Jadi huruf sebelum alif Lam langsung dileburkan ke dalam huruf Syamsiah.
Huruf O, yang
berada di tulisan latin untuk kata 'Adrooka' dan juga kata 'Thooriq' di atas
yaitu untuk mencerminkan suara dari bacaannya. Jika kita ada Hukum Tajwid, maka
ditulis dengan huruf A, bukan huruf O, yaitu Thaariq atau Adraaka.
Di dalam penjelasan
tentang Hukum Alif Lam Tarif, sudah diuraikan bahwasanya Hamzah Washal yaitu
huruf Alif di dalam, dan huruf Hamzah di dalam penyebutan. Dani ini sering
disebut pula dengan huruf Alif Washal. Ini fungsinya yaitu untuk menghubungkan
kata / Kalimat. Di dalam mushaf Al Qur'an standar Indonesia, Hamzah Washal di
dalam Hukum Alif Lam Syamsiah biasanya dibantu dengan harakat Fathah, tetapi
ada banyak juga ayat Al Qur'an yang tidak diberikan harakat Fathah. Akan
tetapi, yang harus digarisbawahi yaitu Hamzah Washal di dalam Hukum Alif Lam
Syamsiah selalu menggunakan harakat Fathah.
Sebutir di atas
surat Surah Al Fatihah ayat 3 di bawah ini, dibaca “ Ar-Rohmaan ”.
Dan jika
diwashalkan (berhenti) dengan ayat sebelumnya, maka Hamzah Washal-nya tak bisa
dibaca:
D.
AL-ARQOOM ( MUDZAKKAR DAN MUANNATS )
Dalam tata bahasa
Arab, dikenal adanya penggolongan Isim ke dalam Mudzakkar (laki-laki) atau
Muannats (perempuan). Penggolongan ini ada yang memang sesuai dengan jenis
kelaminnya (untuk manusia dan hewan) dan adapula yang merupakan penggolongan
secara bahasa saja (untuk benda dan lain-lain).
Isim mudzakar yaitu isim yang menunjukkan
laki-laki (maskulin) atau benda-benda yang “dianggap” laki-laki. Isim Mudzakar
ada 2 macam: Mudzakar Hakiki dan Mudzakar Majazi.
Mudzakar Hakiki
adalah yang menunjukan kata benda jenis laki-laki dari manusia ataupun hewan.
Contoh: رجل (laki-laki dewasa), طالب (Pelajar laki-laki),
Mudzakar Majazi
tidak mempunyai kelamin, tetapi hanya disifati sebagai maskulin (laki-laki).
Contoh : قلم (pena)
Isim muanats yaitu
isim yang menunjukan kata benda jenis perempuan. Contoh: مَد رَسَةٌ
(sekolah) ,وَزِيْرَةٌ (menteri),عَيْنٌ (mata), سَلْمَى (salma) Isim muanats terbagi
kepada empat macam yaitu:
Muanats lafdzi
yaitu isim yang bersambung dengan alamat ta’nits baik isim itu menunjukan
kepada muanats seperti فاطمة, خد يجة
atau menunjukan kepada mudzakar seperti طَلْحَةُ, حَمْزَةُ, زكرياء,
Muanats haqiqi
yaitu isim yang menunjukan kepada perempuan dari manusia dan hewan seperti : امرأة,
فاطمة
Muanats majazi
yaitu isim yang beramal seperti amal perempuan (di sifati perempuan), dan isim
tersebut bukan bagian darinya. Contoh: شَمْسٌ , سَمَاءٌ
, عين,رجل
Muanats ma’nawi
yaitu isim yang menujukan kepada muanats, tetapi tidak memiliki tanda muanats.
Contoh : زينب, مريم,
Adapun ciri-ciri
dari Muannats itu mempunyai tanda khusus, yaitu pada akhiran katanya. Tanda
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Diakhiri dengan “Ta Marbuthah”(ة).
Misalnya:فَاطِمَة
b. Diakhiri dengan “Alif Maqshurah” ( ى),
Misalnya:سَلْمَى
c. Diakhiri dengan “Alif Mamdudah” (ء )
Misalnya: أَسْمَاء
d. Angota badan yang berpasangan, termasuk
jenis mu’anast. Misalnya:, عَيْنٌ , يَدٌ, اُذُنٌ
Ada beberapa isim
yang dapat digolongkan mudzakkar dan dapat pula digolongkan muannats seperti :
– دَلْوٌ : timba
–سِكِّيْنٌ : pisau
– سَبِيْلٌ : jalan
– سُوْقٌ : pasar
– لِساَنٌ : lisan/lidah
– سِلاَحٌ : pedang
– عُنُقٌ : leher
– حَمْرٌ : tuak/arak
Dan sebagian lagi
ada isim mempunyai tanda muannats (ta’nits) akan tetapi isim tersebut bisa
digolongkan lelaki (mudzakkar) dan bisa pula digolongkan perempuan (muannats)
seperti:
– سَخْلَةٌ : anak kambing
– شَاةٌ : kambing
– حَيَّةٌ : ular
E.
AL- ARQOOM AT-TARTIBI ( MUDZAKKAR DAN MUANNATS )
Pengertian Adad Tartibi
Adad ialah kata bilangan atau hitungan. Adapun adad
terbagi menjadi:
1. Adad asli
Adad asli adalah yang menunjukan jumlah suatu benda, dibagi
menjadi empat
1. Adad Mufrad
2. Adad Murakab
3. Adad `Uqud
4. Adad Ma`thuf
2. Adad tartibi
Adad tartibi adalah isim adad yang menunjukan
tingkatan dan menunjukan wazan fa`ilun
B. Tabel Adad Tartibi
Untuk mempermudah mempelajari adad tartibi dan agar tidak
tertukar antara mudzakar dan muannatsnya, maka adapun dibawah ini tabel tentang
adad tartibi baik untuk mudzakar dan muannatsnya yaitu sebagai berikut:
للمؤنث
|
للمذكر
|
الاولى
|
الاول
|
الثانية
|
الثاني
|
الثالثة
|
الثالث
|
الرابعة
|
الرابع
|
الخامسة
|
الخامس
|
السادسة
|
السادس
|
Ketentuan Adad Tartibi
Adad tartibi harus memenuhi ketentuan-ketentuan berikut[4]:
1. Adad tartibi mengikuti
isim fa`il. Kecuali pada bilangan satu.
2. Adad ma`dud-nya
disesuaikan muanas midzakar-nya.
Contoh: الدرس الثالث
3. Bilangan 1-9 i`rab-nya
sesuai kededudukannya.
Contoh : جاء القوج
السابع
4. Bilangan 11-19 harus
mabni fathah.
Contoh: الساعة الحادية
عشرة
5. Bilangan puluhan 20-30-40-50-60-70-80-90 tidak
ada pengaruh muanas dan mudzakarnya. Namun pada i`rabnya sesuai dengan
kedudukannya. Untuk i`rab rofa` ditandai dengan (
و ) untuk i`rab nashab dan jer ditandai dengan (ي) .
Contoh : عشرون –
اربعون untuk rofa`
عشرين – اربعين untuk
nashab dan jer.
6. Untuk bilangan ratusan
dan ribuan i`rabnya sesuai dengan kedudukan.
F. TAUKIID
Yang dimaksud
dengan taukid adalah isim atau kata yang mengikuti untuk kata yang dikuatkan (لِلْمُؤَكِدِ)
baik dalam keadaan rafa’nya, nashabnya, jarnya, dan ma’rifatnya.
اَلتَّوْكِيْدُ
تَابِعٌ يُذْكَرُفِى اْلكَلاَمِ لِدَفْعِ مَاقَدْ يَتَوَهَّمُهُ السَّامِعُ مِمَالَيْسَ
مَقْصُوْدًا
“Taukid ialah
penyerta/penguat yang dinyatakan dalam bentuk kalimat untuk menghilangkan apa
yang diragukan oleh pendengarnya.”
Dengan kata lain
taukid adalah:
اَلتَّا
بِعُ الرَّافِع ِللْا حْتِمَالِ
Lafazh yang
menegaskan lafazh sebelumnya dengan maksud menghilangkan ihtimal (pengertian
dua kemungkinan). Jadi, tujuan taukid adalah menghilangkan keraguan atau
menghilangkan pengertian di antara dua kemungkinan dari si pendengar.[1]
Contoh :جَاءَ الْقَوْمُ
كُلُّهُمْ (kaum itu telah datang semua).
Kata benda yang
menyandang sebagai taukid pada contoh tersebut adalah كُلُّهُمْ
(semua). Dengan tambahan kata penguat tersebut, hilanglah kemungkinan
kaum yang datang adalah sebagian saja, dan lain sebagainya
Pembagian Taukid
Bentuk taukid ada
dua macam, yaitu:
1. Taukid maknawi
Yang dimaksud
taukid maknawi adalah kata benda yang menguatkan kata benda sebelumnya dari
segi maknanya
Adapun
lafadz-lafadz yang di gunakan pada taukid maknawi adalah:
a. Lafaz nafsu (النّفس)(diri), seperti dalam contoh: جَاءَ زَيْدٌ
نًفْسُهُ (Zaid telah datang sendiri)
b. Lafaz ain
(العين)(diri), seperti dalam contoh:
جَاءَ زَيْدٌ عَيْنُهُ(Zaid telah datang sendiri)
c. Lafaz kulu (كلّ) (semua), seperti dalam contoh: جَاءَ الْقَوْمُ
كُلُّهُمْ (kaum itu telah datang
semuanya)
d. Lafaz kilaa (كِلاَ) , digunakan untuk 2
orang laki-laki. Seperti dalam contoh: عُثْمَانُ
وَ عَلِيٌّ كِلاَهُمَا فِي الْجَنَّةِ
(Utsmaan dan Ali, keduanya benar-benar di dalam surga)
e. Lafaz kilta (كِلْتَا), digunakan untuk 2
orang perempuan. Seperti dalam contoh: جَائَتْ اِمْرَأَتَانِ كِلْتَاهُمَا (dua
orang perempuaan benar-benar datang)
f. Lafaz ajma’u (جميع)(seluruh), seperti dalam contoh:جَاءَ الْقَوْمُ
اَجْمَعُوْنَ (kaum itu telah datang
seluruhnya)
g. Lafaz yang mengikuti ajma’u yaitu:
akta’u, abta’u, absa’u (maknanya sama dengan ajma’u atau ajma’in), seperti
dalam contoh: جَاءَ الْقَوْمُ اَجْمَعُوْنَ اَكْتَعُوْنَ اَبْتَعُوْنَ اَبْصَعُوْنَ
Faedah memakai lafadz-lafadz itu
ialah untuk menambah maksud taukid saja agar tidak diragukan.
Seperti perkataan:
قَامَ زَيْدٌ نَفْسُهُ = Zaid telah berdiri
sendiri
رَأَيْتُ الْقَوْمَ كُلُّهُمْ = Aku telah melihat kaum itu
semuanya
مَرَرتُ بِالْقَمِ اَجْمَعِيْنَ = Aku telah bersua dengan seluruh kaum
itu
2. Taukid lafzhy
Yang dimaksud
taukid lafzhy itu ialah:
اَلتَّوْكِيْدُ
اللَّفْظَىُّ يَكُوْنَ بِاءِعاَدَةِ اَللَّفْظِ اِسْمًا أَوْفِعْلًا أَوْحَرْفًا أَوْجُمْلَةً
" Taukid
lafzhy ialah dengan mengulang kata-katanya, baik isim fi'’l huruf maupun
kalimat."[5]
Atau dengan kata
lain taukid lafzhy adalah kata benda yang menguatkan kata benda sebelumnya
dengan kata yang serupa
Contoh:
Saya melihat buaya,
buaya =
رَاَيْتُ اَلتِّمْسَاحَ اَلتِّمْسَاحَ
Orang yang pergi
itu datang, datang = حَضَرَ حَضَرَ الْغَائِبُ
Tidak , tidak saya
tidak mengkhianati janji = لَا، لاَ
أَخُوْنَ الْعَهْدِ
Engkau tercela,
engkau tercela
= أَنْتَ الْمَلُوْمُ أَنْتَ الْمَلُوْمُ
Mari kita perhatikan
contoh-contoh diatas. Kalau kita perhatikan dengan seksama, kita akan melihat
atau mendapati kata-kata yang diulang. Yaitu اَلتِّمْسَاحَ (buaya) sebagai isim, lafazh حَضَرَ (datang)
sebagi fi’il, lafazh لَا (tidak) sebagai
huruf , dan lafazh أَنْتَ الْمَلُوْمُ
(engkau tercela) sebagai jumlah/kalimah (kata).
Jika kita teliti sebabnya, maka
tidak lain bahwa pembicaraannya bermaksud untuk menguatkan kata-kata yang
diragukan oleh pendengarnya, karena boleh jadi pengertiannya berlainan dengan
maksud pembicaraannya. Oleh sebab itu , setiap kata yang diulang di sini
dinamakan kata taukid.
Taukid dalam contoh seperti itu
hanya dapat dilakukan dengan mengulang kembali kata-kata itu, yang demikian ini
dinamakan taukid lafzhy, begitu pula i’rabnya sama seperti i’rab taukid maknawi,
yaitu harus mengikuti lafazh yang terletak sebelumnya.[7]
Contoh dalam
Al-Quran
QS. Al Fajr (21-22)
كَلَّا
اِذَا دٌكَّتِ الْاَرْضُ دَكًّا دَكًّا () وَجَاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا()
“Sekali kali tidak!
Apabila bumi diguncangkkan berturut-turut () dan datanglah Tuhanmu dan malaikat
berbaris-baris ()”
QS. Ash-Shu`ara’
(95)
وَجُنُوْدُ
اِبْلِيْسَ اَجْمَعُوْنَ()
“Dan bala tentara
iblis semuanya”QS. Al-Hijr (30)
فَسَجَدَ
ٱلْمَلَٰئِكَةُ كُلُّهُمْ أَجْمَعُونَ ()
“ Maka bersujudlah
para malaikat itu semuanya bersama-sama” QS. Yunus (99)
وَلَوْ
شَاءَ رَبُّكَ لَأَ مَنَ مَن فِى ٱلْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا أَفَأَنتَ تُكْرِهُ
ٱلنَّاسَ حَتَّىٰ يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ()
“Dan jika Tuhanmu
menghendaki, tentulah beriman semua orang di Bumi seluruhnya. Tetepi apakah
kamu (hendak) memaksa manusia agar mereka menjadi orang-orang yang beriman”
G.
MU’JIZAT AL-QUR’QN 1 SAMPAI 4
1. Terpelihara
Keasliannya
Al Quran adalah
satu-satunya kitab di dunia yang sempurna dan terpelihara keasliannya, karena
sendirilah yang memeliharnya, sebagaimana firmanNya:
﴾۹﴿لَحٰـفِظُوۡنَ
وَاِنَّا لَهٗ الذِّكۡرَ نَزَّلۡنَا نَحۡنُ اِنَّا
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan
al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. (al-Hijr : 9)
Al Quran adalah
satu-satunya kitab yang menantang manusia kafir untuk membuat yang semisalnya.
Di dalam al Quran ada empat kali dan tahapan penantangan kepada manusia.
Upaya-upaya untuk
memalsukan Al Quran ataupun membuat yang semisal dengan Al Quran telah
dilakukan oleh orang-orang kafir sejak zaman dahulu, namun usaha-usaha itu tak
pernah berhasil.
Di zaman Rasulullah
ada seorang Nabi palsu, Musailamah Al-Kadzab, yang ingin menyaingi Rasulullah
dengan mendakwakan dirinya sebagai Nabi. Musailamah Al-Kadzab bersahabat dengan
‘Amr bin Ash, salah satu sahabat Nabi yang termasuk terakhir dalam memeluk
Islam. Ketika surat Al-‘Ash turun, ‘Amr bin Ash belum masuk Islam, tetapi ia sudah
mendengarnya.
Ketika Musailamah
Al-Kadzab berjumpa dengan ‘Amr bin Ash, Musailamah bertanya : “Surat apa yang
turun kepada sahabatmu di Mekah itu?” ’Amr bin Ash menjawab, “Turun surat
dengan tiga ayat yang begitu singkat, tetapi dengan makna yang begitu luas.”
“Coba bacakan kepadaku surat itu!” Kemudian surat Al-’Ashr ini dibacakan oleh
‘Amr bin Ash.
Musailamah merenung
sejenak, ia berkata, “Persis kepadaku juga turun surat seperti itu.” ‘Amr bin
Ash bertanya, “Apa isi surat itu?” Musailamah menjawab: “Ya wabr, ya wabr.
Innaka udzunani wa shadr. Wa sãiruka hafrun naqr. (Hai kelinci, hai kelinci.
Kau punya dada yang menonjol dan dua telinga. Dan di sekitarmu ada lubang bekas
galian.)” Mendengar itu ‘Amr bin Ash, yang masih kafir, tertawa terbahak-bahak,
“Demi , engkau tahu bahwa aku sebetulnya tahu bahwa yang kamu omongkan itu
adalah dusta.”
Di saat yang lain
Musailamah Al Kadzab mencoba meniru surat Al Fiil dengan surat yang dikarangnya
“Alfiil, maal fiil, wa maa adrakamaal fiil, lahu dzanabun wabiilun, wa
khurthuumun thawiil” yang artinya: “Gajah. Tahukah anda gajah?Apakah gajah
itu?Dan tahukah anda apakah gajah itu? Ia berekor pendek & berbelalai
panjang”. Lucu sekali bukan?
Di era modern ini
upaya pemalsuan Al Quran juga dilakukan dengan lebih gencar, salah satunya
yaitu penerbita Al Quran Palsu pada tahun 2009 yang dilakukan oleh Penerbit
asal Amerika, Omega 2001 dan One Press dengan judul hard cover “Furqanul Haq”
dalam huruf Arab dan “True Furqan” dalam huruf Latin. Dan usaha ini pun gagal
total
2. Dihafalkan
Banyak Manusia
Al Quran
satu-satunya kitab suci yang dihafalkan banyak manusia. Al Quran yang jumlah
halamannya mencapai 600 halaman mampu dihafal dengan tepat dan akurat, sampai
huruf per huruf bahkan panjang pendeknya. Al Quran bisa dihafalkan oleh orang
yang tidak mampu berbahasa arab sekalipun, sesuatu yang tidak mungkin terjadi
pada kitab-kitab lainnya.
Al Quran mampu
dihafalkan oleh anak-anak yang masih sangat belia, Ibnu Sina Hafal Al-Quran
umur 5 tahun, Ibnu Khaldun Hafal Al-Quran usia 7 tahun, Imam Syafi’I Hafal
Al-Quran ketika usia 7 tahun, Imam Ath-Thabari hafal Al-Quran pada usia 7
tahun, As-Suyuthi hafal al-Qur’an sebelum umur 8 tahun, Ibnu Hajar al-Atsqalani
hafal al-Qur’an usia 9 tahun, Ibnu Qudamah Hafal Al-Quran usia 10 tahun.
Di parlemen Mesir
sekarang ada 140 anggotanya hafal al-Qur’an 30 juz dan ada 180 orang yang hafal
lebih 15 juz Al Qur’an. Di jalur Gaza Palestina yang sedang mengalami
penjajahan, hampir setiap tahun mewisuda ribuan pengafal Al Quran. Di Indonesia
kita bisa melihat keluarga Ustadz Mutaminul Ula mantan anggota DPR periode
2004-2009 yang 10 orang putra-putrinya menjadi penghafal Al Quran, sebagaimana
dikisahkan dalam buku “Sepuluh Bersaudara Bintang Al Quran”
Sungguh benar
firman Allah
﴾۱۸﴿
وَنُذُرِ عَذَابِىۡكَانَ فَكَيۡفَ عَادٌ كَذَّبَتۡ
“Dan sungguh telah
kami mudahkan al-Qur’an untuk diingat, apakah ada yang mau mengingatnya?”
(al-Qamar: 18).
Dan juga firmannya
﴾۳۲﴿ مُّدَّكِرٍ مِنۡ فَهَلۡ لِلذِّكۡرِ الۡقُرۡاٰنَ
يَسَّرۡنَا وَلَقَدۡ
“Dan sesungguhnya
telah Kami mudahkan al-Qur’an untuk pelajaran”. [al-Qamar: 32]
3. Sesuai Dengan
Sains Modern
Al Quran terbukti
sesuai dengan sains modern. Banyak fakta-fakta ilmiah yang baru terbongkar pada
era modern ini dan kesemuanya ternyata telah disebutkan dalam Al Quran lebih
dari 14 abad silam. Sebagai contohnyabisa kita baca dari tulisan yang berjudul
“Tinjauan tentang embriologi manusia dalam Al Quran dan Hadis” karya Prof.
Keith L. Moore, seorang professor anatomi dari universitas Toronto, Kanada, 1982.
Tulisan tersebut menguraikan bagaimana Al Quran mampu menggambarkan detail
proses pembentukan embrio dengan sangat tepat, disaat tekhnologi di masa itu
sama sekali belum menjangkaunya.
Contoh bukti
kesesuaian Al Quran dengan sains modern lainnya yaitu tentang peristiwa
digantinya kulit manusia di neraka. Kulit adalah pusat kepekaan rasa panas.
Maka, jika kulit telah terbakar api seluruhnya, maka akan lenyaplah
kepekaannya. Karena itulah maka Allah akan menghukum orang-orang yang tidak
percaya akan Hari Pembalasan dengan mengembalikan kulit mereka waktu demi
waktu, sebagaimana firmanNya:
﴾۵۶﴿ حَكِيۡمًا عَزِيۡزًا
كَانَ اللّٰهَ اِنَّ الۡعَذَابَ ؕ لِيَذُوۡقُوا غَيۡرَهَا جُلُوۡدًا بَدَّلۡنٰهُمۡ
جُلُوۡدُهُمۡ كُلَّمَا نَضِجَتۡ نَارًا ؕ نُصۡلِيۡهِمۡ سَوۡفَ بِاٰيٰتِنَا كَفَرُوۡا
الَّذِيۡنَ اِنَّ
Sesungguhnya
orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka
ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka
dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS An-Nisaa’ (4) :56).
Dan ayat inilah yang telah mendorong Dr.
Tagata Tejasen Ketua Departemen Anatomi di Universitas Chiang Mai, Thailand
untuk bersyahadat.
Banyak sekali
bukti-bukti lainnya yang menunjukan kesesuaian Al Quran dengan sains modern,
bisa dilihat pada tulisan DR. Maurice Bucaile tentang “the bible, the quran and
sience” atau kumpulan karya-karya Harun Yahya yang sangat fenomenal.
4. Gaya Bahasa
Sastra Tinggi
Al Quran diturunkan
di tanah Arab yang pada saat itu sangat menghargai sastra. Al Quran turun
dengan gaya bahasa yang tinggi yang tidak mampu ditandingi siapapun. Dan hal
ini pun di akui oleh musuh-musuh Islam saat itu, seperti ucapan Al Walid bin
Mughirah salah seorang tokoh pembesar Quraisy: “Demi Allah, ini bukanlah syair
dan bukan sihir serta bukan pula igauan orang gila, dan sesungguhnya ia adalah
Kalamullah yang memiliki kemanisan dan keindahan. Dan sesungguhya ia
(al-Qur’an) sangat tinggi (agung) dan tidak yang melebihinya”. [Lihat Ibnu
Katsir juz 4 hal 443].
Atau dalam redaksi
lain sebagaimana ditulis Syaikh Syafiurrahman Al Mubarakfuri dalam kitab
Sirohnya “Demi Allah! Sesungguhnya ucapan yang dikatakannya itu amatlah manis
dan indah. Akarnya ibarat tandan anggur dan cabangnya ibarat pohon yang
rindang. Tidaklah kalian menuduhnya dengan salah satu dari hal tersebut
melainkan akan diketahui kebatilannya
Komentar
Posting Komentar