makalah moral dan etika bisnis




Text Box: MORAL DAN ETIKA BISNIS


BAB I
PENDAHULUAN
   A.   Latar Belakang
Istilah etika dari bahasa Yunani ethos, yang dalam bentuk jamaknya taetha berartia dat istiadat atau kebiasan hidup. Dalam pengertian ini, etika dengan kebiasaan hidup yang baik atau masyarakat yang diwariskan dari satu orang ke orang lain dari satu generasi ke kebiasaan lain.Kebiasaan ini kemudian terungkap dalam perilaku berpola yang terus cukupsijat rutin.Selanjutnya dapat dipahami juga bahwa Etika adalah cabang filsafat yang baik buruknya perilaku manusia. Di Indonesia, studi tentang masalah-masalah etis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah banyak dilakukan oleh para ahli, termasuk di antara mereka yang memiliki minat di bidang ekonomi syariah.
Urgensi etika bisnis yaitu perilaku mencerminkan akhlak seseorang. Atau dengan kata lain, berelasi dengan etika, kecepatan akan menghasilkan perilaku yang baik dalam setiap aktivitas atau tindakannya, tanpa mengeluarkan dalam aktivitas bisnis.
Secara konkrit dapat diilustrasikan jika seorang pelaku bisnis yang peduli pada etika, bisa diprediksi ia akan bersikap jujur, amanah, adil, selalu melihat orang lain dan sebagainya. Kebijaksanaan bagi mereka yang tidak memiliki kesadaran etika, dimanapun dan kapanpun itu. Orang-orang ini akan menampakkan sikap kontra dengan orang-orang pertama dalam mengendalikan bisnis.
Menurut Qardahwi ekonomi (bisnis) dan akhlak (etika) tidak dapat diberikan, seperti halnya ilmu dan akhlak. Akhlak adalah daging dan urat nadi kehidupan yang islami.Karena risalah islam adalah risalah akhlak.
Menurut Mustahaq Ahmad (dalam etika bisnis islam) disebutkan bahwa Al-quran membagi-bagi dalam dua katagori, yaitu yang menguntungkan dan merugikan.Ciri bisnis yang menguntungkan dilakukan dengan investasi modal-fungsi.Mengedepakan keputusan yang sehat dan didasari perilaku yang benar.Sebaliknya bisnis yang merusak ditndai dengan investasi yang kotor, keputusan yang tidak sehat, dan perilaku perilaku yang jahat.Karena itu orang islam harus memiliki prinsip-prinsip etika dalam berbisnis Mungkin dapat memberikan keberkahan dan kebahagiaan baik dunia maupun akhirat.
     B.     Rumusan Masalah

A.        Moral Dan Etika Bisnis Pada Al-Qur’an Surat Al-An’am Ayat: 152,
B.         Tafsir Dan Isi  Kandungan Al-Qur’an Surat Al-An’am Ayat: 152,
C.         Asbab An-Nuzul Al-Qur’an Surat Al-An’am Ayat: 152,
D.        Tentang Moral Dan Etika Bisnis Pada Hubungan Dengan Al-Qur’an Surat Al-An’am Ayat: 152,
.

     C.    Tujuan
1.     Memahami Moral Dan Etika Bisnis Pada Al-Qur’an Surat Al-An’am Ayat: 152,
2.     Menjelaskan Tentang Moral Dan Etika Bisnis Pada Hubungan Dengan Al-Qur’an Surat Al-An’am Ayat: 152,
3.     Menyimpulkan Intisari Tentang Moral Dan Etika Bisnis Pada Hubungan Dengan Al-Qur’an Surat Al-An’am Ayat: 152,
BAB II
PEMBAHASAN


A. MORAL DAN ESTETIKA DALAM SURAH AL-AN’AM AYAT: 152

1. Pengertian Etika

Etika atau ethics berasal dari bahasa Inggris yang mengandung  banyak pengertian. Dari segi etimologi, istilah etika berasal dari Bahasa latin ethius (dalam bahasa Yunani adalah ethicos) yang berarti kebiasaan
(custom) atau karakter1 pengertian ini lambat laun berubah menjadi suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang tidak. Sedangkan dari segi terminologi, etika merupakan aturan-aturan konvensional mengenai
tingkah laku individual dalam masyarakat beradab, tata cara formal atau
tata krama lahir untuk mengatur hubungan antar pribadi, sesuai dengan
status sosial masing-masing.

Etika dapat didefinisikan sebagai prinsip moral yang membedakan yang baik dan buruk. Etika adalah bidang ilmu yang bersifat normative karena ia berperan menentukan apa yang dilakukan oleh seorang individu. Etika adalah ilmu berisi patokan-patokan mengenai apa-apa yang benar dan salah, yang baik dan buruk, yang bermanfaat atau tidak bermanfaat.

Dari beberapa definisi di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa etika adalah prilaku seseorang dalam menentukan sikap baik maupun buruk dalam aktifitas kehidupan sehari-harinya.

2. Pengertian Moral

Istilah moral yang berasal dari kata “mores” (latin) yang berarti adat istiadat atau kebiasaan maka tolok ukurnya adalah kebiasaan yang berlaku. Seseorang dikatakan amoral jika ia berprilaku bersebrangan dengan kebiasaan perilaku di sebuah tempat. Ukuran moral bias jadi bersifat local (locus) sehingga tidak sama antara satu tempat yang lain. Contoh dalam suatu atau beberapa kebiasaan di negeri Jepang dan negeri Indonesia. Sebagai konsekuensinya sesorang yang pernah hidup di kedua Negara tersebut harus berprilaku sesuai dengan kebiasaan setempat agar tidak dikatakan sebagai manusia yang tidak bermoral.
Salah satu dari tiga sistem norma moral yang secara tradisional ditawarkan, yakni norma berdasarkan keyakinan akan kewajiban mutlak (deontologis) norma berdasarkan tujuan perbuatan (teleologis) atau norma berdasarkan hubungan-hubungan dengan orang lain (relasional) sebaiknya ketiga sistem tersebut dipadukan bersama untuk mencari kebenaran moral secara tepat.

Hal lain yang sekiranya perlu kita sadari sejak awal bila kita mengusahakan penilaian moral yang menyangkut individu mesti di bedakan dari moral yang dihubungkan dengan hidup dan urusan orang banyak. Moral yang menyangkut masalah individu memiliki kaitan dengan yang lain. Tetapi kaitan itu tidak sekuat pada moral sosial yang langsung menyangkut orang banyak.

Moral dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan ekonomi, di kemukakan karena persoalan ekonomi dan bisnis menyentuh kehidupan masyarakat luas. Secara tidak langsung terdapat hubungan atas masalah moral dan ekonomi. Perilaku pelaku ekonomi tidak lepas dari kualitas moral yang mengendalikan perjalanan hidupnya. Semakin teguh dan konsisten mereka memegangi nilai moral niscaya akan semakin konsisten mereka memegangi nilai moral, niscaya akan semakin konsisten memperhatikan hak dan kewajiban dalam berekonomi. Seiring dengan berkembangnya dinamika social masyarakat, moral ekonomi dalam segala aspeknya semakin longgar. Dampak yang dapat dirasakan kian meluas dan semakin banyaknya masyakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kondisi ini sangat erat hubungannya dengan kian runtuhnya nilai moral dikalangan para pelaku ekonomi.


B.TAFSIR DAN ISI KANDUNGAN SURAH AL-AN’AM AYAT: 152


وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّىٰ يَبْلُغَ أَشُدَّهُ ۖ وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ ۖ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۖ وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَىٰ ۖ وَبِعَهْدِ اللَّهِ أَوْفُوا ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ


“ Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat”. Surat Al-An’am ayat: 152

Ata ibnus Saib telah meriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Allah menurunkan firman-Nya: Dan janganlah kalian dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat. (Al-An'am: 152) dan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara aniaya. (An-Nisa: 10), hingga akhir ayat. Maka semua orang yang di dalam asuhannya terdapat anak yatim pulang, lalu memisahkan makanannya dari makanan anak yatim, dan memisahkan minumannya dari minuman anak yatim, sehingga akibatnya ada makanan yang lebih, tetapi tetap dipertahankan untuk anak yatim, hingga si anak yatim memakannya atau dibiarkan begitu saja sampai basi. Hal ini terasa amat berat oleh mereka, kemudian mereka mengadukan hal itu kepada Rasulullah Saw. Lalu turunlah firman Allah SWT: Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah, "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kalian menggauli mereka, maka mereka adalah saudara kalian.” (Al-Baqarah: 220) Akhirnya mereka kembali mencampurkan makanan dan minuman mereka dengan makanan dan minuman anak-anak yatim mereka.

Demikianlah menurut riwayat Imam Abu Daud.
Firman Allah Swt.:
{حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ}
hingga sampai ia dewasa. (Al-An'am: 152)
Asy-Sya'bi dan Imam Malik serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah hingga si anak yatim mencapai usia balig. Menurut As-Saddi, hingga si anak yatim mencapai usia tiga puluh tahun. Menurut pendapat yang lainnya sampai usia empat puluh tahun, dan menurut pendapat yang lainnya lagi sampai usia enam puluh tahun. Akan tetapi, semuanya itu jauh dari kebenaran.

Firman Allah Swt.:
{وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ}
Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. (Al-An'am: 152)

Allah Swt. memerintahkan agar keadilan ditegakkan dalam menerima dan memberi (membeli dan menjual). Sebagaimana Dia mengancam orang yang meninggalkan keadilan dalam hal ini melalui firman-Nya:

{وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ * الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ * وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ * أَلا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ * لِيَوْمٍ عَظِيمٍ * يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ}

Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka meminta dipenuhi; dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu menyangka bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam? (Al-Mutaffifin: 1-6)

Allah Swt. telah membinasakan suatu umat di masa lalu karena mereka mengurangi takaran dan timbangannya.

وَفِي كِتَابِ الْجَامِعِ لِأَبِي عِيسَى التِّرْمِذِيِّ، مِنْ حَدِيثِ الْحُسَيْنِ بْنِ قَيْسٍ أَبِي عَلِيٍّ الرّحَبي، عَنْ عِكْرِمة، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَابِ الْكَيْلِ وَالْمِيزَانِ: "إِنَّكُمْ وُلّيتم أَمْرًا هَلَكَتْ فِيهِ الْأُمَمُ السَّالِفَةُ قَبْلَكُمْ".

Di dalam Kitabul Jami' milik Abu Isa Ath-Thurmuzi disebutkan melalui hadis Al-Husain ibnu Qais Abu Ali Ar-Rahbi, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada para pemilik takaran dan timbangan: Sesungguhnya kalian diserahi suatu urusan yang pernah membuat binasa umat-umat terdahulu sebelum kalian karenanya.

Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa kami tidak mengenalnya sebagai hadis marfu' kecuali melalui hadis Al-Husain, padahal dia orangnya daif dalam meriwayatkan hadis. Sesungguhnya telah diriwayatkan hadis ini dengan sanad yang sahih dari Ibnu Abbas secara mauquf.
Menurut kami,

وَقَدْ رَوَاهُ ابْنُ مَرْدُوَيه فِي تَفْسِيرِهِ، مِنْ حَدِيثِ شَرِيك، عَنِ الْأَعْمَشُ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الجَعْد، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّكُمْ مَعْشَر الْمَوَالِي قَدْ بَشَّرَكم اللَّهُ بِخَصْلَتَيْنِ بِهَا هَلَكَتِ الْقُرُونُ الْمُتَقَدِّمَةُ: الْمِكْيَالِ وَالْمِيزَانِ"

Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan di dalam kitab tafsirnya melalui hadis Syarik, dari Al-Abu’masy, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya kalian, hai para Mawali, Allah telah mempercayakan kepada kalian dua perkara yang pernah menjadi penyebab kebinasaan generasi-generasi yang terdahulu, yaitu takaran dan timbangan.

Firman Allah Swt.:

{لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا}
Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar kemampuannya. (Al-An'am: 152)

Maksudnya, barang siapa yang bersungguh-sungguh dalam menunaikan dan menerima haknya, kemudian ternyata sesudah ia mengerahkan semua kemampuannya untuk hal tersebut masih juga keliru (salah), maka tidak ada dosa atas dirinya.

وَقَدْ رَوَى ابْنُ مَرْدُوَيه مِنْ حَدِيثِ بَقِيَّة، عَنْ مُبَشر بْنِ عُبَيْدٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونِ بْنِ مهْران، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ المسَيَّب قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا} فَقَالَ: "مِنْ أَوْفَى عَلَى يَدِهِ فِي الْكَيْلِ وَالْمِيزَانِ، وَاللَّهُ يَعْلَمُ صِحَّةَ نِيَّتِهِ بِالْوَفَاءِ فِيهِمَا، لَمْ يُؤَاخَذْ". وَذَلِكَ تَأْوِيلُ {وُسْعَهَا}

Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui hadis Baqiyyah, dari Maisarah ibnu Ubaid, dari Amr ibnu Maimun ibnu Mahran, dari ayahnya, dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. sehubungan dengan firman-Nya: Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikul beban kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya. (Al-An'am: 152) pernah bersabda: Barang siapa yang menunaikan dengan sempurna takaran dan timbangan yang ada di tangannya —Allah lebih mengetahui kebenaran niatnya dalam melakukan keduanya—, maka ia tidak berdosa. Demikianlah takwil 'sebatas kemampuannya'.

Hadis ini berpredikat mursal garib.

Firman Allah Swt.:

{وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى}
Dan apabila kalian berkata, maka hendaklah kalian berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat kalian. (Al-An'am: 152)



Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain oleh firman-Nya:

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ}
hai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. (Al-Maidah: 8),

hingga akhir ayat.

Hal yang sama disebutkan pula dalam surat An-Nisa, Allah memerintah­kan berbuat adil dalam semua tindak-tanduk dan ucapan, baik terhadap kaum kerabat yang dekat maupun yang jauh. Allah selalu memerintahkan berbuat adil terhadap setiap orang dan di setiap waktu dan keadaan, keadilan tetap harus ditegakkan.

Firman Allah Swt.:

{وَبِعَهْدِ اللَّهِ أَوْفُوا}
dan penuhilah janji Allah. (Al-An'am: 152)

Ibnu Jarir mengatakan, yang dimaksud dengan wasiat (perintah) Allah yang telah diwasiatkan-Nya kepada kalian ialah hendaknya kalian taat kepada-Nya dalam semua yang diperintahkan-Nya kepada kalian dan semua yang dilarang-Nya bagi kalian, kemudian kalian harus mengamal­kan Kitab-Nya dan Sunnah Rasul-Nya. Yang demikian itulah pengertian menunaikan janji Allah.

{ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ}

Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhan kalian kepada kalian agar kalian ingat. (Al-An'am: 152)

Yakni inilah yang diwasiatkan, diperintahkan dan dikukuhkan oleh-Nya terhadap kalian untuk kalian amalkan.

{لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ}

agar kalian ingat. (Al-An'am: 152)
Maksudnya, agar kalian mengambil pelajaran darinya dan menghentikan apa yang pernah kalian lakukan sebelum ini. Sebagian ulama membacanya dengan tazzakkaruna, dan sebagian yang lain membacanya dengan tazkuruna.






C. ASBABUN NUZUL SURAH AL-AN'AM MENURUT PARA ULAMA AHLI TAFSIR
Surah Al-An'am adalah salah satu surah yang terdapat dalam Al-Qu'ran, dimana surah tersebut diturunkan oleh Allah sesudah turunnya surah Al-Hijir. Surah Al-An'am diturunkan oleh Allah dengan 165 ayat yang diturunkan di Mekah. Namun dari 165 ayat tersebut ada beberapa ayat yang diurunkan di Madinah diantaranya ayat 20, 23, 91 , 93 , 114 , 141 , 151 , 152 , 153. Adapun sebab diturunkannya surah tersebut adalah sebagai berikut :
Para ulama mengemukakan tentang Asbabun Nuzul surah surah Al-An'am ini diantaranya :
AlAufi,Ikrimah, dan Ata telah meriwayatkan dari Ibnu Abba s, bahwa surat Al-An'am diturunkan di Mekah. Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Minhal, telah menceritakan kepada kami Hamma d ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid, dari Yusuf ibnu Mahran, dari Ibnu Abba s yang mengatakan bahwasurat Al-An'am diturunkan di Mekah di malam hari sekaligus, di sekelilingnya terdapat tujuh puluh ribu malaikat, semuanya mengumandangkan tasbih di sekitarnya.
Sufyan AsSauri telah me r iwaya tkan dari Lais, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Asma binti Yazid yang mengatakan, "Surat Al An'am diturunkan kepada Nabi S aw. sekaligus, sedangkan saat itu aku memegang tali kendali untanya. Sesungguhnya hampi r saja surat ini mematahkan tulangtulang unta yang dinaikinya karena beratnya surat AlAn'am yang sedang diturunkan." 

Syarik telah meriwayatkan dari Lais, dari Syahr, dari Asma yang mengatakan bahwa "surat Al An'am diturunkan kepada Rasulullah Saw. ketika beliau sedang dalam perjalanannya dengan diiringi oleh sejumlah besar malaikat; jumlah mereka menutupi semua yang ada di antara langit dan bumi" . 
"Cambria","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-latin;">
AsSaddi telah mer iwayatkan dari Murah , dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa "surat Al An'am diturunkan dengan diiringi oleh tujuh puluh ribu malaikat Hal yang semisal telah diriwayatkan pula melalui jalur lain, bersumber dari Ibnu Mas'ud . 

Imam Hakim di dalam kitab Mustadrakny& mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Muhammad ibnu Ya 'qub AlHafiz dan Abui Fadl, yaitu AlHasan ibnu Ya'qub AlAdi; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Wahhab AlAbdi, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Aun, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abdur Rahman AsSaddi, telah menceritakan  kepada kami Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir yang mengatakan bahwa ketika surat Al An'am diturunkan, Rasulullah Saw. membaca tasbih, kemudian bersabda: Sesungguhnya surat ini diiringi oleh para malaikat (yang j umlahnya) menutupi cakrawala langit.

Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat Imam Muslim. Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ma'mar, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Durustuwaih AlFarisi, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Ahmad ibnu Mu h amma d ibnu Salim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik, telah menceritakan kepadaku Uma r ibnu Talhah ArRaqqasyi, dari Nafi* ibnu Malik ibnu Abu Suhail, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Surat AlAn 'om diturunkan dengan diiringi oleh sejumlah malaikat yang banyaknya menutupi semua yang ada di cakrawala timur dan barat. Suara gemuruh tasbih mereka terdengar, dan bumi bergetar karenanya.
Sedangkan Rasulullah Saw. sendiri mengucapkan: Mahasuci Allah Yang Mahaagung, Mahasuci Allah Yang Mahaagung.

Ibnu Murdawaih meriwayatkan dari Imam Tabrani, dari Ibrahim ibnu Nailah, dari Ismail ibnu Uma r , dari Yusuf ibnu Atiyyah, dari Ibnu Aun, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Surat AlAn 'om diturunkan kepadaku sekaligus, dan diiringi oleh tujuh puluh ribu malaikat, dari mereka terdengar suara gemuruh karena bacaan tasbih dan tahmid.

D. Etika Bisnis dalam Islam

Bisnis merupakan aktivitas yang sangat di anjurkan dalam ajaran Islam. bahkan Rosulullah saw., telah menyatakan bahwa 9 dari 10 pintu rezeki adalah melalui pintu berdagang.artinya, melalui jalan berdagang inilah pintu-pintu rezeki akan dapat dibuka, sehingga harunia Allah SWT terpancar daripadanya, jual beli merupakan sesuatu yang diperolehkan. Menurut Hadits etika bisnis islami ada 4 yaitu:

1.      Jujur

Berbisnis atau berdagang adalah sarana untuk membuka pintu rizki yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Bisnis juga dapat dijadikan sarana untuk menyebarkan agama islam (berdakwah), jika kita melakukan bisnis seperti yang dilakukan oleh Rasulullah yang lebih spesifik terkait dengan etika dalam berbisnis (berdagang) seperti dalam Hadits berikut:

اْلبَيْعَانِ بِالْ خِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَ وَبَيَّنَابُوْرِكَ لَهُمَا فِيْ بَيْعِهِمَاوَإِنْ كَذَبَ وَكَتَمَامُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا ( متّفق عليه

Artinya: “Orang yang bertransaksi jual beli masing-masing memilki hak khiyar (membatalkan atau melanjutkan transaksi) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam jual beli, tapi jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka keberkahan jual beli antara keduanya akan hilang” (Muttafaqun Alaihi).

Hadits di atas menjelaskan bahwasannya dalam berjual beli ada tawar- menawar selama belum berpisah. Dan menerangkan tentang etika kedua orang yang bertransaksi agar sama-sama jujur tidak merugikan salah satu pihak. Serta menjelaskan bahwa dalam berbisnis yang dicari bukan hanya profit saja melainkan menyertakan keberkahan juga, karena dengan berkahnya bisnis yang kita jalankan maka hidup kita akan ikut berkah dan diridho Allah sehingga kita mencapai hidup yang sejahtera.

2.      Amanah

عن عبد الله ابن عمر رضي الله عنهقال رسول الله صلى الله عليه وسلّمالتَّا جِرُ اْلاَمِيْنُ الصَّدُوْقُ الْمُسْلِمُ مَعَ الشُّهَدَاءِوَفِيْ رِوَايَةٍمع النَّبِيِّنَ وَالصِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِيَوْمَ اْلقِيَا مَةِ (رواه إبن ماجه و الدارقطني و غير هم
Artinya: Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhu bahwa Rasuluillah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang pedagang muslim yang jujur dan amanah (terpercaya) akan (dikumpulkan) bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat (nanti).”
3.      Murah hati

“Sesungguhnya sebaik-baik penghasilan ialah penghasilan para pedagang yang mana apabila berbicara tidak bohong, apabila diberi amanah tidak khianat, apabila berjanji tidak mengingkarinya, apabila membeli tidak mencela, apabila menjual tidak berlebihan (dalam menaikkan harga), apabila berhutang tidak menunda-nunda pelunasan dan apabila menagih hutang tidak memperberat orang yang sedang kesulitan.” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi di dalam Syu’abul Iman, Bab Hifzhu Al-Lisan IV/221).
Dari hadits diatas termasuk etika bisnis adalah bermurah hati pada konsumen, dengan sikap murah hati kita dapat menarik konsumen lebih banyak, mereka merasa dihargai, merasa dihormati, merasa nyaman , terciptanya sebuah kepuasan bisnis dan komunikasi yang baik.

4.      Tidak melupakan akhirat

سَيَأ تِيْ عَلَى أُمَّتِيْ زَمَانٌ يُحِبُّوْنَ اْلخَمْسَ وَيَنْسَوْنَ اْلخَمْسَيُحِبُّوْنَ الدُّنْيَا وَيَنْسَوْنَ الأَخِرَةَوَيُحِبُّوْنَ اْلحَيَاةَ وَيَنْسَوْنَ اْلمَوْتَوَيُحِبُّوْنَ اْلقُصُوْرَ وَيَنْسَوْنَ اْلقُبُوْرَوَيُحِبُّوْنَ اْلمَالَ وَيَنْسَوْنَ اْلحِسَابَوَيُحِبُّوْنَاْلخَلْقَ وَيَنْسَوْنَاْلخَا لِقِ.

Artinya: “ Akan datang kepada umatku suatu masa dimana mereka mencintai lima perkara dan melupakan lima perkara pula.

1.      Mereka mencintai dunia dan melupakan akhirat,
2.      Meraka mencintai kehidupan dan melupakan kematian,
3.      Mereka mencintai gedung-gedung dan melupakan kuburan,
4.      Mereka mencintai harta mbenda dan melupakan hisab di akhirat,
5.      Mereka mencintai mahluk dan melupakan khaliqnya.

     Berdagang adalah hal duniawi dalam agama kita mencari dunia bukanlah dilarang, namun perlu pembatasan agar dalam hidup kita sselalu ingat tujuan kita diciptakan, yaitu selalu beribadah pada Allah dan ingat kepadanya dimanapun dan kapan pun.

     Ayat diatas dapat dikolaborasikan dengan hadits-hadits yang telah dipaparkan dalam paper yaitu antara Al-qur’an dan hadits mempunya keterkaitan yaitu sama-sama menerangkan tentang etika berbisnis islami dalam surat al-Jumu’ah: 10 menerangkan konsep perdagangan yang baik adalah selalu ingat pada Allah SWT jangan sampai hati kita gantung pada pada perkara duniawi. Sedangkan pada Hadits-haditsnya etika bisnis islami adalah jujur, amanah, murah hati, selalu ingat akhirat. Jadi hadits-hadits di atas melengkapi ayat al-Qur’an surat jumuah : 10. Dan antar mengingat Allah dan mengingat akhirat hakikatnya adalah sama dengan mengingat akhirat maka menjadikan kita ingat pada Allah sang maha kuasa.


    Praktek Bisnis Yang Dibolehkan

Islam hanya mencantumkan hal-hal yang dilarang, itupun dalam bentuk nilai-nilai. Namun dalam beberapa hadis Rosulullah saw. Ada beberapa bisnis yang diperbolehkan kendatipun ini tidak mutlak dan bukan berarti mengabaikan profesi atau bisnis lainnya yang belum ada zaman Rosulullah. Beberapa kegiatan ekonomi yang diperbolehkan yang terdapat dalam Hadis:[6]
1.      Kegiataan perdagangan
2.      Kegiatan pertanian berkebun
3.      Peternakan/mengembala
Daftar ini bukan berarti berbagai kegiatan yang ada sekarang ini tidak dianjurkan atau tidak boleh. Prinsip yang dipegang seperti yang dikemukakan di atas, semuanya boleh.

Praktek Bisnis yang di Haramkan
Beberapa praktek bisnis yang dilarang dalam al-Qur’an dan Hadis  dapat dikemukakan sebagai berikut:

1.      Melaksanakan sistem ekonomi ribawi
2.      Mengambil hak dan harta orang secara batil
3.      Kecurangan mengurangi timbangan/takaran
4.      Menipu atau mengurangi kualitas
5.      Memproduksi serta menjual barang haram yang merusak jiwa, badan dan masyarakat.
6.      Melaksanakan dan membuat pelaksanaan yang dilarang, seperti judi
7.      Berbisnis seperti ketidak pastian, seperti ijon, menjual barang yang tidak jelas (gharar)
8.      Melakukan berbagai bentuk penipuan
9.      Menimbun barang untuk mengambil keuntungan
10.  Melalukan berbagai kegiatan monopoli, oligopoli, kartel, dan monopsoni yang merugikan masyarakat.

Secara khusus, hal-hal yang dilarang dalam jual beli dapat dikemukakan sebagai berikut:[7]

1.      Larangan menjal/membeli barang yang tidak dapat di hitung pada waktu penyerahan secara syara’ dan rasa. Jual beli tersebut sama dengan gharar (penipuan). Dalam Hadis yang diriwayatkan Ahmad dari Ibn Mas’ud r.a. “janganlah kalian membeli ikan yang berada di dalam air, sesungguhnya yang demikian itu penipuan”.

2.      Jual beli mudhtar (terpaksa) Orang yang menjual barangnya dengan harga di bawah standar karena terpaksa (untuk mencukupi kebutuhannya), maka jual beli itu tidak sampai dilarang, hanya makruh. Orang yang seperti ini di syariatkan di bantu dan diberikan qiradah (pinjaman lanak) sehingga ia terbebas dari belanggu kesulitan yang menimpanya. Dalam sebuah atsar, perkataan Ali r.a. “akan datang suatu masa, sebagai orang beruang menggigit apa yang ada di tangannya, suatu perbuatan yang takpernah diperintahkan.”



BAB II
KESIMPULAN

Sebuah. Islam diatur agar kompetisi di pasar dilakukan dengan adil, yaitu berbagai bentuk transaksi yang menimbulkan ketidakadilan dilarang, yaitu:

b. Talaqqi rukban dilarang karena penjual yang menyongsong kota akan memperoleh keuntungan dari ketidaktahuan penjual dari daerah kampung atau kampung yang akan berlaku di kota. Mencegah masuknya desa ke kota ini (entry barrier), akan menimbulkan pasar yang tidak kompetitif.

c. Mengurangi timbangan atau sukatan dilarang, karena barang dijual dengan harga yang sama untuk jumlah yang lebih sedikit.

d. Menyembunyikan barang cacat karena penjual mendapatkan harga yang baik untuk kualitas yang buruk.

e. Menukar kurma kering dengan kurma basah dilarang, karena takaran kurma Pembuatan lembab bisa jadi tidak sama dengan kurma kering yang ditukar tersebut.

f. Menukar satu takaran kurma kualitas bagus dengan dua takar kurma kualitas sedang dilarang, karena setiap kualitas kurma memiliki harga pasarnya.

g. Transaksi Najasy dilarang, karena si penjual menyuruh orang lain memilih barangnya atau menawar dengan harga tinggi agar orang lain tertarik.

h. Ikhtikar dilarang, karena memanfaatkan keuntungan di atas normal dengan menjual lebih banyak barang untuk harga yang lebih tinggi.



/




Komentar

Postingan populer dari blog ini

contoh proposal santunan anak yatim piatu

Ilmu Al-Jarah Wa At-Ta’dil